Teori-teori Belajar


TEORI BELAJAR
A. Teori Behaviorisme

Teori behaviorisme mengganggap bahwa manusia sangat dipengaruhi oleh berbagai kejadian yang ada di lingkungan dimana lingkungan tersebut memberikan berbagai pengalaman ( Karwati & Priansa, 2014: 206). Menurut Rifa’i dan Anni (2011: 105-106) perubahan perilaku yang diperoleh dari hasil belajar bersifat permanen, dalam arti bahwa perubahan perilaku akan bertahan dalam waktu relatif lama sehingga pada suatu waktu perilaku tersebut dapat dipergunakan untuk merespon stimulus yang sama atau hampir sama. Oleh karena  itu siswa akan memperoleh hasil belajar, apabila ada hubungan antara stimulus dan respon tersebut.
Untuk itu, agar aktivitas belajar siswa di kelas dapat mencapai hasil belajar yang optimal, maka stimulus harus dirancang sedemikian rupa (menarik dan spesifik) sehingga mudah direspons oleh siswa. Beberapa ilmuwan yang termasuk pendiri sekaligus penganut teori behaviorisme antara lain adalah Thorndike, Watson, Hull, Guthrie, dan Skinner (Siregar dan Nara, 2011: 25).

B. Teori Belajar Kognitif menurut Piaget

Menurut Piaget, tahap perkembangan inteluektual anak secara kronologis terjadi 4 tahap. Urutan tahap-tahap ini tetap bagi setiap orang, akan tetapi usia kronologis memasuki setiap tahap bervariasi pada setiap anak. Keempat tahap dimaksud adalah sebagai berikut:
Tahap sensorimotor : umur 0 – 2 tahun
(Ciri pokok perkembangannya anak mengalami dunianya melalui gerak dan inderanya serta mempelajari permanensi obyek. Tahap paling awal perkembangan kognitif terjadi pada waktu bayi lahir sampai sekitar berumur 2 tahun. Tahap ini disebut tahap sensorimotor oleh Piaget. Pada tahap sensorimotor, intelegensi anak lebih didasarkan pada tindakan inderawi anak terhadapt lingkungannya, seperti melihat, meraba, menjamak, mendengar, membau dan lain-lain.
Pada tahap sensorimotor, gagasan anak mengenai suatu benda berkembang dari periode “belum mempunyai gagasan” menjadi “ sudah mempunyai gagasan”. Gagasan mengenai benda sangat berkaitan dengan konsep anak tentang ruang dan waktu yang juga belum terakomodasi dengan baik. Struktur ruang dan waktu belum jelas dan masih terpotong-potong, belum dapat disistematisir dan diurutkan dengan logis.
Menurut Piaget, mekanisme perkembangan sensorimotor ini menggunakan proses asimilasi dan akomodasi. Tahap-tahap perkembangan kognitif anak dikembangkan dengan perlahan-lahan melalui proses asimilasi dan akomodasi terhadap skema-skema anak karena adanya masukan, rangsangan, atau kontak dengan pengalaman dan situasi yang baru. Karakteristik anak  yang berada pada tahap ini adalah sebagai berikut:
Berfikir melalui perbuatan (gerak)

Perkembangan fisik yang dapat diamati adalah gerak-gerak refleks sampai ia dapat berjalan dan bicara.

Belajar mengkoordinasi akal dan geraknya.

Cenderung intuitif egosentris, tidak rasional dan tidak logis.

Tahap Pra operasional : umur 2 -7 tahun.

(Ciri pokok perkembangannya adalah penggunaan symbol/bahasa tanda dan  konsep intuitif)
Istilah “operasi” di sini adalah suatu proses berfikir logik, dan merupakan aktivitas sensorimotor. Dalam tahap ini anak sangat egosentris, mereka sulit menerima pendapat orang lain. Anak percaya bahwa apa yang mereka pikirkan dan alami juga menjadi pikiran dan pengalaman orang lain. Mereka percaya bahwa benda yang tidak bernyawa mempunyai sifat bernyawa.
Tahap pra operasional ini dapat dibedakan atas dua bagian. Pertama, tahap pra konseptual (2-4 tahun), dimana representasi suatu objek dinyatakan dengan bahasa, gambar dan permainan khayalan. Kedua, tahap intuitif (4-7 tahun). Pada tahap ini representasi suatu objek didasarkan pada persepsi pengalaman sendiri, tidak kepada penalaran. Karakteristik anak pada tahap ini adalah sebagai berikut:
Anak dapat mengaitkan pengalaman yang ada di lingkungan bermainnya dengan pengalaman pribadinya, dan karenanya ia menjadi egois. Anak tidak rela bila barang miliknya dipegang oleh orang lain.
Anak belum memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah-masalah yang membutuhkan pemikiran “yang dapat dibalik (reversible).” Pikiran mereka masih bersifat irreversible.
Anak belum mampu melihat dua aspek dari satu objek atau situasi sekaligus, dan belum mampu bernalar (reasoning) secara individu dan deduktif.
Anak bernalar secara transduktif (dari khusus ke khusus). Anak juga belum mampu membedakan antara fakta dan fantasi. Kadang-kadang anak seperti berbohong. Ini terjadi karena anak belum mampu memisahkan kejadian sebenarnya dengan imajinasi mereka.
Anak belum memiliki konsep kekekalan (kuantitas, materi, luas, berat dan isi).
Menjelang akhir tahap ini, anak mampu memberi alasan mengenai apa yang mereka percayai. Anak dapat mengklasifikasikan objek ke dalam kelompok yang hanya mempunyai satu sifat tertentu dan telah mulai mengerti konsep yang konkrit
Tahap operasi kongkret : umur 7 – 11/12 tahun.

(Ciri pokok  perkembangannya  anak  mulai  berpikir  secara  logis  tentang kejadian-kejadian konkret)
Tahap operasi konkret (concrete operations) dicirikan dengan perkembangan sistem pemikiran yang didasarkan pada aturan-aturan tertentu yang logis. Anak sudah memperkembangkan operasi-oprasi logis. Operasi itu bersifat reversible, artinya dapat dimengerti dalam dua arah, yaitu suatu pemikiran yang dapat dikemblikan kepada awalnya lagi. Tahap opersi konkret dapat ditandai dengan adanya sistem operasi berdasarkan apa-apa yang kelihatan nyata/konkret. Anak Sekolah Dasar termasuk dalam tahap ini. Ciri-ciri operasi konkret yang lain, yaitu:
Adaptasi dengan gambaran yang menyeluruh. Pada tahap ini, seorang anak mulai dapat menggambarkan secara menyeluruh ingatan, pengalaman dan objek yang dialami. Menurut Piaget, adaptasi dengan lingkungan disatukan dengan gambaran akan lingkungan itu.
Melihat dari berbagai macam segi. Anak mpada tahap ini mulai mulai dapat melihat suatu objek atau persoalan secara sediki menyeluruh dengan melihat apek-aspeknya. Ia tidak hanya memusatkan pada titik tertentu, tetapi dapat bersam-sam mengamati titik-titik yang lain dalam satu waktu yang bersamaan.
Seriasi Proses seriasi adalah proses mengatur unsur-unsur menurut semakin besar atau semakin kecilnya unsur-unsur tersebut. Menurut Piaget , bila seorang anak telah dapat membuat suatu seriasi maka ia tidak akan mengalami banyak kesulitaan untuk membuat seriasi selanjutnya.

Klasifikasi Menurut Piaget, bila anak yang berumur 3 tahun dan 12 tahun diberi bermacam-maam objek dan disuruh membuat klasifikasi yang serupa menjadi satu, ada beberapa kemungkinan yang terjadi.
Bilangan. Dalam percobaan Piaget, ternyata anak pada tahap praoperasi konkret belum dapat mengerti soal korespondensi satu-satu dan kekekalan, namun pada tahap tahap operasi konkret, anak sudah dapat mengerti soal karespondensi dan kekekalan dengan baik. Dengan perkembangan ini berarti konsep tentang bilangan bagi anak telah berkembang.
Ruang, waktu, dan kecepatan. Pada umur 7 atau 8 tahun seorang anak sudah mengerti tentang urutan ruang dengan melihat intervaj jarak suatu benda. Pada umur 8 tahun anak sudan sudah sapat mengerti relasi urutan waktu dan juga koordinasi dengamn waktu, dan pada umur 10 atau 11 tahun, anak sadar akan konsep waktu dan kecepatan.
Probabilitas. Pada tahap ini, pengertian probabilitas sebagai suatu perbandingan antara hal yang terjadi dengan kasus-kasus yang mulai terbentuk.
Penalaran. Dalam pembicaraan sehari-hari, anak pada tahap ini jarang berbicara dengan suatu alasan,tetapi lebih mengatakan apa yang terjadi. Pada tahap ini, menurut Piaget masih ada kesulitan dalam melihat persoalan secara menyeluruh.
Egosentrisme dan Sosialisme. Pada tahap ini, anak sudah tidak begitu egosentris dalam pemikirannya. Ia sadar bahwa orang lain dapat mempunyai pikiran lain.

Tahap operasi formal: umur 11/12 ke atas.
(Ciri pokok perkembangannya adalah hipotesis, abstrak, dan logis)
Tahap operasi formal (formal operations) merupakan tahap terakhir dalamperkembangan kognitif menurut Piaget. Pada tahap ini, seorang remaja sudah dapat berpikir logis, berpikir dengan pemikiran teoritis formal berdasarkan proposisi-proposisi dan hipotesis, dan dapat mengambil kesimpulan lepas dari apa yang dapat diamati saat itu. Cara berpikir yang abstrak mulai dimengerti.
Sifat pokok tahap operasi formal adalah pemikiran deduktif hipotesis, induktif sintifik, dan abstrak reflektif.
Pemikiran Deduktif Hipotesis
Pemikiran deduktif adalah pemikiran yang menarik kesimpulan yang spesifik dari sesuatu yang umum. Kesimpulan benar hanya jika premis-premis yang dipakai dalam pengambilan keputusan benar. Alasan deduktif hipotesis adalah alasan/argumentasi yang berkaitan dengan kesimpulan yang ditarik dari premis-premis yang masih hipotetis. Jadi, seseorang yang mengambil kesimpulan dari suatu proposisi yang diasumsikan, tidak perlu berdasarkan dengan kenyataan yang real.
Dalam pemikiran remaja, Piaget dapat mendeteksi adaanya pemikiran yang logis, meskipun para remaja sendiri pada kenyataannya tidak tahu atau belum menyadari bahwa cara berpikir mereka itu logis. Dengan kata lain, model logis itu lebih merupakan hasil kesimpulan Piaget dalam menafsirkan ungkapan remaja, terlepas dari apakah para remaja sendiri tahu atau tidak.
Pemikiran Induktif Sintifik
Pemikiran induktif adalah pengambilan kesimpulan yang lebih umum berdasarkan kejadian-kejadian yang khusus. Pemikiran ini disebut juga dengan metode ilmiah. Pada tahap pemikiran ini, anak sudah mulai dapat membuat hipotesis, menentukan eksperimen, menentukan variabel control, mencatat hasi, dan menarik kesimpulan. Disamping itu mereka sudah dapat memikirkan sejumlah variabel yang berbeda pada waktu yang sama.
Pemikiran Abstraksi Reflektif
Menurut Piaget, pemikiran analogi dapat juga diklasifikasikan sebagai abstraksi reflektif karena pemikiran itu tidak dapat disimpulkan dari pengalaman

C. Teori Belajar Konstruktivisme

Menurut teori kontruktivis ini, satu prinsip yang paling penting dalam psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa.Siswa harus membangun sendiri pengetahuan di dalam benaknya. Guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan memberi kesempatan siswa untuk menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan mengajar siswa menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberi siswa anak tangga yang membawa siswa ke pemahaman yang lebih tinggi, dengan catatan siswa sendiri yang harus memanjat anak tangga tersebut (Slavin dalam Trianto, 2007: 27).

Konstruktivisme menekankan pada belajar autentik, bukan artifisial. Belajar autentik adalah proses interaksi seseorang dengan objek yang dipelajari secara nyata. Belajar bukan hanya sekedar mempelajari teks-teks, yang terpenting ialah bagaimana menghubungkan teks itu dengan kondisi nyata ( Suprijanto, 2012: 39). Menurut Cahyo (2013: 50) secara garis besar,prinsip-prinsip konstruktivisme yang diterapkan dalam belajar-mengajar adalah sebagai berikut:
a) pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri;
b) pengetahuan tidak dapat dipindahkan guru ke murid kecuali hanya dengan keaktifan murid sendiri untuk menalar;
c) murid aktif mengkonstruksi secara terus menerus;
d) guru sekedar membantu menyediakan saran dan situasi agar proses konstruksi berjalan lancar;
e) menghadapi masalah yang relevan dengan siswa;
f) struktur pembelajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah pertanyaan;
g) mencari dan menilai pendapat siswa;
h) menyesuaikan kurikulum untuk menanggapi anggapan siswa.


DAFTAR REFERENSI
Syarifah, Umi Laelatusy.(2015).’’ Kemampuan Guru Menjelaskan Dalam Pembelajaran Tematik Berbasis Ktsp Di Sd Kecamatan Ngaliyan Kota Semarang”.Skripsi. Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang

Comments

Popular posts from this blog

pesawat atwood

Tangki Riak

Model-Model Dan Bentuk Penelitian Tindakan Kelas